Minggu, 29 Januari 2017

Review Film: 'Patriots Day' (2017)

“There's only one weapon you have to fight back with, it's love.”
— Tommy Saunders
Review Film: 'Patriots Day' (2017) - Berg menahan dirinya buat kaga meledakkan sesuatu (selain bom, tentu cuma) menurut lebih & menyajikan suatu drama yg membumi serta kaga eksploitatif, setidaknya dibandingkan dg film-film Berg sebelumnya. 

Soal urusan memamerkan heroisme Amerika, Peter Berg hanya kalah sedikit dibanding Michael Bay. pasca Lone Survivor & Deepwater Horizon yg di dasarnya sama-sama mengangkat tema itu, ia kembali berkolaborasi dg Mark Wahlberg kala film yg judulnya cuma sudah menggambarkan esensi filmnya, Patriots Day.

Berg & Bay juga sama-sama punya keterampilan buat mengolah kisah nyata oleh karena itu film aksi yg dramatis. kala 13 Hours, Bay menceritakan penyelamatan di Benghazi melalui adegan aksi bombastis yg nyaris tanpa henti. kala konteks Patriots Day, mengubah bala massal yg membuat seluruh penjuru Amerika berduka oleh karena itu suatu hiburan blockbuster, mungkin terdengar kaga sensitif. akan namun Berg menahan dirinya buat kaga meledakkan sesuatu (selain bom, tentu cuma) menurut lebih & menyajikan suatu drama yg membumi serta kaga eksploitatif, setidaknya dibandingkan dg film-film Berg sebelumnya.

Film ini menceritakan berkenaan bala bom yg terjadi masa Boston Marathon di 15 April 2013 yg menewaskan 3 orang serta melukai ratusan lainnya, & proses perburuan terorisnya yg berlangsung kaga hingga seminggu pasca kejadian. buat warga Amerika, kisah ini (katanya) sudah diketahui dg akurat dikarenakan kanal TV yg memberitakannya menurut sporadis. buat kami yg boleh dibilang hanya tahu sekilas, Patriots Day akan membagikan informasi baru yg lebih detil, mengingat filmnya yg (katanya, lagi) mereka-ulang peristiwa itu dg setia.

kami akan diperkenalkan dg berbagai tokoh kunci, yg sebagian besar belum akan kami ketahui perannya nanti, selain Mark Wahlberg yg pastinya akan oleh karena itu tokoh utama (dikarenakan ia ialah Mark Wahlberg). Karakter Wahlberg ialah sersan Tommy Saunders, yg ternyata hanyalah tokoh fiktif yg berfungsi bagai benang merah. Ia selalu berada di waktu & tempat yg krusial, entah itu masa peledakan terjadi ataupun masa perburuan dilakukan.

kaga terlalu mengikuti beritanya, di silam-silam film aku bertanya-tanya siapa orang-orang ini. Ada pasangan muda (Rachel Brosnahan & Christopher O’Shea), polisi MIT (Jake Picking) yg sedang pedekate dg seorang cewek, serta ahli IT keturunan Cina, Dun Meng (Jimmy O. yg). kami juga melihat Tamerlan (Themo Melikidze) & istrinya (Melissa Benoist) yg tinggal bersama sang adik, Dzokhar (Alex Wolff). yg terakhir, sedang menonton video jihad. Banyaknya karakter & perspektif ini membuat sebagian besar subplotnya kaga tergarap dg matang.

mendapatkan cedera, Saunders ialah polisi yg berdedikasi-namun-temperamental yg menganggap penugasannya bagai petugas pengaman marathon bagai penghinaan. Ini disambut dg ledekan dari sang istri (Michelle Monaghan). akan namun kala bom meledak disusul satu bom lagi beberapa masa pasca pelari pertama mencapai garis finis, ia patut menunaikan kewajibannya bersama dg warga & otoritas kota Boston.

Adegan ledakan bom dikreasi bagai yg anda harapkan. Memang kaga sespektakuler Deepwater Horizon, akan namun Berg menciptakan urgensi yg tampak riil & efektif buat cerita. Disini, ia cukup mahir buat menjalankan staging adegan yg kaga membuat kami gusar dg kemustahilannya. Sinematografer Tobias A. Schliessler memakai kamera handheld buat memberi nuansa dengancara dokumenter.

Cerita inti dari film ini ialah perburuan terorisnya yg mengambil porsi yg signifikan dari totalitas durasi. Komisaris Ed Davis (John Goodman) patut berdebat dg pejabat CIA (Kevin Bacon) buat merilis foto terduga, pasca mereka mendapatkan petunjuk. sedangkan, duo teroris ini berusaha melenyapkan jejak & merencanakan aksi selanjutnya. Naskah membagikan dinamika yg cukup menarik buat kakak-adik ini; Tamerlan ialah fanatik yg gampang panik, kala Dzokhar lebih gaul akan namun juga labil. Pembegalan mobil milik Dun Meng berujung di suatu tembak-tembakan skala militer yg sulit dipercaya terjadi di dunia nyata hanya buat menangani dua warga sipil.

Kehadiran karakter Wahlberg cukup distracting. kagak dikarenakan ke-fiktif-annya, akantetapi kehadirannya kala persona Mark Wahlberg di film yg sorotan utamanya ialah para petugas, pelaku medis, warga sipil & seluruh masyarakat Boston yg berpindah cekatan kala merespons bala itu. aku kaga keluar konteks; epilog film ialah dokumentasi singkat dari para tokoh kunci, suatu tribut buat pengorbanan & heroisme mereka.

Meski sukses menurut teknis menceritakan ulang kisah tragis "Boston Bombing", aku merasa film ini sedikit oleng kala menyampaikan pesan. Ada suatu adegan menjelang akhir dimana karakter Wahlberg berujar, "Satu-satunya senjata buat kami buat melawan ialah cinta". Nah kan? Film ini berjuang buat oleh karena itu film yg inspiratif.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Review Film: 'Patriots Day' (2017)

0 komentar:

Posting Komentar